Mereka ditangkap terkait kejahatan kasus mafia tanah dengan modus menggunakan surat palsu menggugat Pemprov DKI Jakarta untuk mendapatkan ganti rugi tanah Samsat di Jalan DI Panjaitan, Cipinang, Jakarta Timur.
“Para tersangka membuat akta jual beli dan sertifikat palsu. Semua dokumen itu palsu, kami sudah buktikan,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary, di Mapolda Metro Jaya, Rabu 5 September 2018.
Saat ini kata AKBP Ade, pihaknya masih mendalami pembuat akta dan sertifikat palsunya. “Masih kita selidik asal mula surat tanah palsu atas lahan Samsat Jakarta Timur. Surat tanah itu, yang ternyata palsu, sempat menjadi bukti pada gugatan komplotan mafia tanah tahun 2014 dalam sengketa lahan itu,” teraangnya.
Polisi juga tengah menelusuri asal mula surat palsu tersebut ke berbagai pihak, termasuk pihak Pengadilan Negeri yang meloloskan surat tersebut. “Kita kembangkan, siapapun yang terlibat akan kita telusuri terus,” ucapnya.
Dikatakan AKBP Ade, penelusuran keterlibatan mafia tanah ini juga tengah mendalami kerterkaitan dengan kasus lain, seperti sejumlah pemalsuan KTP atas nama tersangka Sudarto.
KLIK : Korban “Mafia TKK” Kota Bekasi Lapor Polisi
KLIK : Presiden: Berantas Praktek Pungli, Mafia dan Markus di Polri
KLIK : Kabupaten Bekasi, Ratusan Perusahaan Nunggak Iuran BPJS
“Sudarto dan tujuh tersangka lainnya ditangkap karena telah memalsukan surat tanah gedung Samsat Jakarta Timur di Jalan DI Panjaitan, Cipinang, Jakarta Timur, hingga memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan menuntut ganti rugi sebesar Rp340 miliar,” ujarnya.
Menurut AKBP Ade, tanah seluas 29.040 meter persegi dengan nilai aset Rp900 miliar telah tercatat sebagai aset Pemprov DKI Jakarta sejak April tahun 1985.
“Sudarto sebagai inisiator yang merekrut tujuh tersangka lainnya untuk mengaku sebagai ahli waris ayahnya yang bernama Ukar yang seolah-olah memiliki hak milik atas tanah tersebut. Tujuh tersangka menyadari bahwa sang ayah tidak pernah memiliki tanah tersebut. Tapi karena tergiur janji Sudarto memberikan bagian 25 persen dari total ganti rugi yang dibayarkan Pemprov DKI,” tambahnya.
Sementara, keterlibatan 11 tersang mulai Kepala Desa Segara Makmur dan staf sapai mantan Camat Taruma Jaya, bersekongkol dengan sejumlah orang yang berperan sebagai pembeli, sehingga seolah-olah terjadi transaksi jual beli tanah.
“11 tersangka itu merupakan oknum Camat, Kepala Dusun, Kepala Desa Segara Makmur, kini masih kita dalami tersu peran-peran mereka dengan 8 tersangka lainnya,” ungkapnya.
Penyelidikan lebih lanjut yang dilakukan polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti dari Desa Segara Makmur dan Kantor Camat Taruma Jaya dengan membawa berbagai berkas dan mesin tik.[OJI/POB]