posbekasi.com

Sinergitas Kunci Tantangan Perlindungan Anak

Pansus IV DPRD Jabar mensosialisasikan Raperda PPA di Pemkab Bandung, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (26/6/2020).[POSBEKASI.COM/IST]
POSBEKASI.COM | BANDUNG – Pansus IV DPRD Provinsi Jawa Barat mensosialisasikan Raperda Penyelenggaraan Perlindungan Anak (PPA) di Pemkab Bandung, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (26/6/2020).

Pansus IV mengharapkan para stakeholder terkait dapat meningkatkan kerjasama di semua tahapan penanganan kasus kekerasan anak.

Ketua Pansus IV DPRD Jabar, Sri Rahayu Agustina menyebutkan harus ada sinergitas antar stakeholder supaya menjadi salah satu kunci dalam menjawab permasalahan dan tantangan perlindungan anak. Selain itu, Regulasi satuan gugus tugas di Kabupaten Bandung sudah sampai tingkat RT dan RW dari jumlah penduduk 3,7 juta jiwa dengan 30 persennya anak-anak. Hal tersebut merupakan tren yang positif untuk diterapkan di daerah lainnya di Jabar.

“Sinergitas antarstakeholder ini sebagai kunci untuk menjawab permasalahan dan tantangan perlindungan anak,” ujar Sri di Pemkab Bandung, Jalan Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (26/6/2020).

Dia menambahkan, permasalahan tentang anak sangat kompleks, sehingga untuk penyelesaiannya harus ditinjau secara menyeluruh salah satunya aspek kesejahteraan. Terlebih, kekerasan terhadap anak-anak hingga kini kerapkali terulang. Hal itu menunjukan kompleksitas persoalan yang terjadi kepada anak-anak.

“Harus diberikan pelatihan yang berbasis ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan kesejahteraan, tapi kondisi itu akan sia-sia jika memang masyarakatnya yang malas untuk bekerja,” kata politisi Dapil Karawang Purwakarta itu.

Apalagi, lanjut Sri persoalan dalam rumah tangga akibat kekerasan dalam keluarga mayoritas yang menjadi sasarannya adalah anak. Bisa dipicu dari faktor ekonomi, keluarga, hingga mengakibatkan angka perceraian sangat tinggi. Belum lagi soal pendidikan, seperti misalnya seorang siswi yang hamil diluar nikah dan hampir dipastikan selain menjadi sasaran bahan olok-olok oleh teman-teman juga dari aspek psikologisnya pun pasti akan terdampak.

“Tidak jarang kasus hamil diluar nikah saat masih sekolah yang justru menjadi bahan bullying,” tukasnya.

Hal lain diungkapkan Anggota Pansus DPRD Jawa Barat, Asep Syamsudin.

Dia menilai, kelemahan penanganan permasalahan anak terletak pada koordinasi dan kerjasama antar institusi. Hal itu harus yang harus terus dijajaki supaya ke depan koordinasi itu dapat lebih baik.

Seperti ada satu kasus kekerasan terhadap anak dan memerlukan proses visum. Kesulitannya dari bahan koordinasi sebagai bentuk pendampingan hampir sulit untuk didapatkan.

“Sehingga tidak jarang korban kekerasan tidak melanjutkan pelaporannya lantaran administrasi dan koordinasinya tidak berjalan dengan baik,” katanya.

Anggota Pansus IV DPRD Jabar lainnya, Sari Sundari menuturkan keterlibatan dunia usaha dalam bagi anak-anak membutuhkan anggaran yang cukup besar.

Sehingga, untuk mewujudkan perlindungan anak ini tidak bisa 100 persen pemerintah yang menanganinya. Tetapi harus ada keterlibatan unsur dari pemerintah, OPD, dunia usaha, Lembaga sosial Kemasyarakatan lainnya dan masyarakat disekitar yang diharuskan memiliki kepedulian terhadap perlindungan anak.

“Jika kita menginginkan raperda ini juga bisa mengakomodir kabupaten layak anak, semuanya harus terintegrasi dari bawah,” kata Sari.[POB]

BEKASI TOP