posbekasi.com

Perkawinan Anak Masih Tinggi, Pansus IV Serap Aspirasi KPI

Pansus IV DPRD Jabar menerima audiensi KPI Jabar terkait penyusunan Raperda PPA di Gedung DPRD Jabar, Jumat (23/10/2020).[POSBEKASI.COM/DPRD Jabar]
POSBEKASI.COM | BANDUNG – Pansus IV DPRD Provinsi Jawa Barat menerima audiensi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Barat dan sejumlah aktivis perempuan yang konsen masalah perlindungan anak. Hal itu bertepatan dengan Pansus IV yang sedang merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perlindungan anak dan akan direvisi menjadi Penyelenggaraan Perlindungan Anak (PPA).

Pansus IV meminta agar penyusunan dan pembahasan Raperda PPA tidak hanya melindungi anak-anak yang menjadi korban tetapi juga penyelenggaranya termasuk pemerintah hadir didalamnya. Sehingga, setelah disahkan menjadi Perda yang implementatif kualitatif.

Karena itu, prosesnya jangan sampai terburu-buru agar lebih komprehensif dan berkekuatan hukum. Selain itu, juga bisa mengakomodir kepada semua anak-anak di Jawa Barat.

“Kami tidak mau asal-asalan dalam membahas raperda ini, jangan sampai nantinya menyesal karena pembahasan tidak maksimal. Itulah salah satu yang menjadi alasan pembahasan Perda ini ingin diperpanjang,” ungkap Wakil Ketua Pansus IV DPRD Jabar, Yuningsih usai menerima audiensi KPI di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro nomor 27, Kota Bandung, Jumat (23/10/2020).

Di tanya soal esensi dari raperda PPA, Yuningsih menegaskan kajian Perda tersebut berdasar pada laporan dari masyarakat khususnya anak-anak yang menjadi korban dan harus menanggung segala resiko termasuk memvisum yang dilakukan secara mandiri.

“Mayoritas korban berasal dari kalangan orang tidak mampu, bahkan tidak jarang yang mengurungkan niatnya untuk melakukan visum,” ucapnya.

Selain itu, Yuningsih menyatakan Raperda PPA dapat disertakan dalam musyawarah pembangunan baik ditingkat desa hingga tingkat provinsi untuk melibatkan anak-anak.

“Tentunya sangat diakui bahwa ini semuanya butuh proses dan langkah-langkah yang tepat, salah satunya pelatihan dan pendidikan untuk mengikuti musrenbang,” ujarnya.

Yuningsih mengharapkan aspirasi yang disampaikan KPI sangat positif. Lantaran KPI terjun langsung di lapangan dan lebih mengetahui. Hal itu menjadi acuan untuk melengkapi naskah raperda agar berimplementatif dan kualitatif.

“Masukannya akan diakomodir dan dimasukkan kedalam naskah Raperda,” pungkasnya.

Sementara, Ketua KPI Jabar, Darwini menyebutkan adanya pembentukan Raperda PPA menjadi dasar hukum ditingkat kabupaten kota untuk pencegahan pernikahan usia muda. Sebab, harus sejalan dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 sangat penting untuk dijadikan cantolan hukum agar menjadi acuan di wilayah pemerintah daerah. Di dalam UU tersebut salah satunya membahas tentang pencegahan perkawinan anak.

“Angka perkawinan anak di Jawa Barat masih sangat tinggi, dan UU tersebut belum mengakomodir sampai ke bawah,” sebut Wini.

Dia mengharapkan, dengan adanya UU dan perda PPA dapat menaungi berkaitan dengan hak dan kebutuhan anak di Jawa Barat.

“Tentunya saya berharap perda ini mengakomodir hak-hak anak,” tandasnya.[POB]

BEKASI TOP