posbekasi.com

Manajemen Media menjadi Fungsi Utama dalam Pemolisian di Era Digital

Foto arsip CDL

POSBEKASI.com | Oleh: Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol Prof. Chrysnanda Dwilaksana.

Media di era digital menjadi arena atau ruang yang dipilih dan digunakan untuk berbagai kepentingan hidup dan kehidupan manusia di  semua gatra kehidupan bisa dilakukan di sana. Dari masalah pribadi sampai masalah politik kenegaraan, ekonomi, sosial budaya hingga pelayanan publikpun bisa dilakukan. Warga pengguna dunia virtualpun memiliki nama (warga net atau netizen).

Mereka menjalankan aktivitas dalam dunia virtual. Media terutama media sosial mampu menggeser media konvensional. Informasi dan komunikasi begitu cepat. Apa saja ada dan apa saja bisa bahkan dimana saja siapa saja pun bisa.

Dampak kemajuan teknologi informasi berdampak pada munculnya “post truth”.  Post Truth merupakan era penumpulan daya nalar yang dapat berdampak mengobok obok emosi dan persepsi publik yang dapat dikendalikan untuk menimbulkan potensi konflik.

Logika tidak lagi diutamakan yang dipentingkan emosional spiritual. Kemasan primordialisme digelorakan agar kebencian semakin membara. Tanpa pikir panjang peradilan sosialpun merebak di semua lini. Saling menuduh saling menyalahkan saling menghina saling mengobok obok jiwa hingga harga diri. Tanpa sebutir peluru keluar moncong laras senjata perang dapat dimulai.

Post truth kontra produktif, pembodohan menggelora di mana mana. Sesal tiada guna. Era post truth menjadi ajang pemutar balikkan fakta. Isi media diacak adul sehingga antara fakta dan kebohongan bahkan kemasan dalam primordialisme akan dapat dikembangkan menjadi pemicu konflik. Dari melempar issue, melabel hingga ujaran ujaran kebencian.

Opini publik dapat diobok obok dan dibingungkan dengan primordialisme untuk menggerus nalar dan ujungnya pada kebencian. Tatkala kebencian sudah merasuk di dalam opini publik tinggal menunggu triger untuk meledakkannya.

Berbagai masalah di era post truth yang berdampak pada gangguan keteraturan sosial antara lain:

1. Premanisme yang tumbuh subur dalam lingkungan yang sarat dengan KKN, ketidak adilan, dan Kesewenang wenangan

2. Birokrasi yang lebih menekankan pada pendekatan personal yang berdampak buruknya pelayanan kepada publik

3. Berbagai bentuk kejahatan, konvensional, trans nasional, kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime, kejahatan siber, kejahatan jalanan dan kejahatan kerah putih, narkotika berbagai bentuk pelanggaran pelanggaran administrasi, pelanggaran HAM, pelanggaran operasional dan tata kelola. Munculnya berbagai hal yang ilegal

4. Faktor alam dan lingkungan alam dan lingkungan dari bencana alam hingga kerusakan alam lingkungan dari udara, air, tanah, gunung, laut, dan berbagai kawasannya

5. Faktor sumber daya manusia tingkat kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia yang redah yang sarat dengan primordialisme

6. Faktor politik dan kebijakan publik, politik yang terlambat atau tidak mampu menghadapi perubahan sosial, globalisasi dan modernisasi, perubahan begitu cepat.

7. Era post truth, hoax, serangan siber, dsb melalui media

8. Gaya hidup hedonisme yang berdampak tergerusnya nilai nilai budaya luhur

9. Lemahnya penegak hukum dan penegakan hukum dan sistem hukumnya

10. Sistem yang manual, parsial dan konvensional sehingga berdampak potensi penyimpangan yang begitu besar

Manajamen media bagi polisi dan pemolisiannya di era post truth menjadi bagian penting bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.  Berita atau informasi apapun dapat diperoleh dengan cepat dan mampu menembus sekat batas ruang dan waktu. Berbagai isu yang terjadi dapat diputarbalikkan menjadi suatu pembenaran yang menafikan kebenaran.

Media dapat dikatakan jembatan hati, penyambung lidah, corong informasi bahkan sebagai sistem transformasi mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sebaliknya media juga sebagai penyerang perusak bahkan pembunuh karakter. Saling serbu dengan model proksi dari pemberitaan buruk,  hoax hingga fitnah bisa ditebarkan. Bahkan untuk kepentingan politik sekalipun mampu digulirkan untuk mendongkrak popularitasnya.

Post truth bukan kebohongan semata melainkan olahan fakta dan kebohongan yang diviralkan melalui berita hoax untuk mempengaruhi otak hati hingga pada suatu keyakinan pembenaran dijadikan kebenaran, bahkan yang membuatnyapun  meyakini sebagai kebenaran. Efek dari era post truth kebenaran dikalahkan dengan pembenaran.

Tatkala tiada standar media bagi berita atau informasi yang menjadi standar fakta  kebenaran maka, pembenaran akan terus viral yang efeknya akan membodohi bahkan menjerumuskan bahkan mampu merusak sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Melalui manajemen media diharapkan mampu untuk:

1. menjadi standar informasi atau berita yg benar sesuai fakta dan data

2. mampu menginspirasi yg artinya kreatif dan inovatif

3. mendorong orang lain berbuat baik dan benar / membangun budaya atau peradaban

4. mampu memberitakan hal hal yang up to date

5. mampu mengcounter issue

6. mampu membuat sesuatu yang fun indah dan menghibur

7. Mendukung pembangunan literasi

Manajemen media menjadi basis keteraturan sosial dunia virtual. Di era digital, dunia virtual menjadi wahana bagi hidup dan kehidupan yang dapat menghambat merusak hingga mematikan produktivitas.

Pembunuhan karakter hingga mengganggu hidup kehidupan berbangsa dan bernegara bisa dilakukan. Hoax menjadi cara pembodohan penyesatanpun secara virtual.

Memang ada yang marah merasa dikungkung atau dibungkam atau banyak hal yang menuntut kebebasan sebebas bebasnya. Hujat menghujat dengan kalimat tidak sepatutnyapun seakan menjadi pameran ketololan dan sikap pengecut.

Netizen +62 dilabel paling buruk tatakramanya. Entah itu refleksi budaya atau oknum yang tak lagi bisa menghargai orang lain. Sikap budaya bangsa yang adiluhung seakan luntur akibat evoria dunia maya.

Tatkala diminta pertanggungjawaban kembali air mata maaf bahkan sikap minta dikasihani memelas yang ditampilkan. Ujaran kebencian menghakimi luar biasa memalukan kata katanya. Seakan memang otak dan hatinya lupa segala edukasinya. Kritik disamakan dengan hujatan. Tabiat buruk seakan menjadi moralitas.

Provokasi pembodohan menjadi sesuatu yang membanggakan. Kalau menampilkan hujatan seakan juara jagoan dan merasa pahlawan.

Menyedihkan. Dalam kehidupan sosial di era digital maka keteraturan sosial di dunia virtual memang diperlukan tatanan dan pertanggungjawaban. Mau tidak mau tatkala segala sesuatu yang berdampak pada konflik dan berbagai hal yang kontra produktif menjadi tanggung jawab kita semua mengatasinya. Konteks demokrasi menjadi acuan bebas bertanggungjawab, jaminan perlindungan HAM, supremasi hukum, transparan dan akuntabilitas orientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Menjaga kedaulatan bangsa dengan mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi landasan ketahanan dan daya tangkal bahkan daya saing. Kritis atas penyimpangan atau ketidakbenaran merupakan suatu kecerdasan keberanian bahkan juga wujud tanggung jawab moral. Keras dalam prinsip dan penyampaian secara elegan akan mengundang simpatik dan solidaritas.

Kekerasan simbolik ujaran kebencian pembodohan hingga pengadilan sosial bukan sesuatu yang spontan melainkan by design. Era post truth antara fakta dan kebohongan diolah sedemikian lupa pembenaran seolah menjadi kebenaran. Dan dilakukan orang orang cerdik pandai yang terus menerus diviralkan hingga seolah menjadi kebenaran. Bumbu bumbu hoax dengan primordialisme menjadi penyedap.

Keteraturan sosial dalam dunia virtual belum sepenuhnya dianggap sebagai sesuatu yang kontra produktif. Namun sebenarnya tanpa sadar taburan taburannya sudah dapat merasuki bahkan mencandui pikiran hingga emosi publik. Dunia virtual jembatan harapan dalam era digital.

Hal yang positif tentu banyak sekali dan mendukung pencerdasan dan pembangunan karakter bangsa yang mampu menembus sekat ruang dan waktu. Namun hal hal yang kontra produktif dan menjadi potensi rusaknya karakter bahkan kedaulatan bangsa apakah dimaklumi dan dianggap biasa biasa saja?

Manajemen media menjadi jembatan dan ruang terbuka atau menjadi arena apa saja untuk menjadi wadah berbagai kepentingan. Manajemen media dapat menjadi:

1. Media informasi
2. Media komunikasi
3. Media sosialisasi
4. Media edukasi
5. Media kepentingan politik
6. Media untuk labeling
7. Media bisnis
8. Media penggalangan solidaritas
9. Media penghakiman sosial
10. Media membangun jejaring sosial
11. Media laboratorium sosial

Dan masih banyak fungsi lainnya.

Melalui manajemen media pemetaan wilayah, masalah dan potensi dari berbagai kepentingan :

1. Primordial dapat menjadi kekuatan kebhinekaan yang mempersatukan.
2. Menggunakan soft power dan smart power dalam berbagai profesi menjadi jembatan komunikasi dan solidaritas
3. Membuka peluang bisnis dan pelayanan publik secara virtual
4. Mendapatkan dukungan  viewer maupun follower dari warganet
5. Mengetahui dan memetakan opini publik melalui intelejen media
6. Memberikan inspirasi, motivasi atas fungsionalisasi media sosial secara luas tentu akan berdampak pada perilaku netizen dengan kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban.

Intelejen media akan menjadi bagian penting untuk menata atau menjaga keteraturan sosial pada warga net. Prinsip kinerja intelejen dari; pengumpulan data, analisa, produk dan networking ini dapat dilakukan dengan memberdayakan media sosial sebagai bagian dari laboratorium sosial.

Dalam kehidupan masyarakat boleh dikatakan ada juga dalam media sosial. Dari pemetaan pembuatan pola polanya dan pengumpulan data maka akan dapat dihubung hubungkan. Dapat dianalisa untuk menghasilkan algoritma yang berupa info grafis, info statistik, maupun info virtual lainnya. Algoritma tadi dapat digunakan sebagai model untuk memprediksi mengantisipasi dan memberi solusi. Intelejen media akan membantu menjembatani untuk terus berkembangnya fungsi media sosial secara positif dan mencerdaskan para warga net agar tidak hanyut dalam berita hoax. Selain itu juga bagi penegakkan hukum warga net yang dengan sengaja memperkeruh atau
pengganggu keteraturan sosial.

Manajemen media dapat mendukung:

1. Implementasi E Policing yang mencakup adanya :  Back office, Application yang berbasis Artificial Intellegent dan Net Work yang berbasis Internet of things dapat berfungsi sebagaimana semestinya dan menghasilkan Algoritma yang berupa info grafis, info statistik maupun info virtual lainnya sebagai prediksi antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara real time, on time dan any time.
2. Dapat menjadi Pusat K3i (Komunikasi, Koordinasi, Komando dan Pengenadalian serta Informasi) dalam memberikan pelayanan prima di bidang : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi, dan kemanusiaan secara prima.
3. Diimplementasikan dalam Smart Management dan Smart Operation. Diawaki petugas polisi siber ( cyber cops )
4. Mampu memonitor situasi dan kondisi lalu lintas terutama pada kawasan black spot, trouble spot atau kawasan kawasan penting lainnya.
5. Mendukung Sistem Pengamanan Kota (Sispam Kota)
6. Mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) melalui Big Data System dan One Stop Service Sistem.**

Dalam kegelapan menjelang tengah malam 040223

BEKASI TOP