posbekasi.com

Indeks Kebebasan Pers Turun, Kasus Kekerasan Jurnalis Naik

Ilustrasi

posBEKASI.com | JAKARTA – Dewan Pers merilis hasil Survei Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2023. Di mana, IKP tahun 2023 mengalami penurunan yakni ada 71,51 poin jika dibandingkan IKP 2022 mencapai 77,88 poin.

“Ya saya kira naik turunnya indeks kemerdekaan pers ini kan bukan hanya di Indonesia ya. Sama juga di global, memang situasi kita pasca pandemi bisa jadi salah satu pemicu, salah satu yang ikut mempengaruhi kemerdekaan pers kita,” kata Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, di Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Menurut Ninik, hasil survei ini menggunakan metode campuran, kuantitatif dan kualitatif, berbasis data penilaian ahli hingga temuan di lapangan. Di mana, jumlah responden di setiap provinsi 12 orang sehingga secara nasional mencapai jumlah 408 orang.

“Ada juga 10 orang narasumber ahli di tingkat nasional (anggota national assessment council/NAC). Para informan ahli merupakan representasi dari unsur state, civil society, dan corporation,” ujarnya.

Nilai IKP Provinsi, kata Ninik, didapat dari rata-rata nilai yang diberikan 12 informan ahli. Sedangkan nilai IKP Nasional didapat dari nilai rata-rata 34 provinsi ditambah nilai rata-rata 10 orang anggota NAC.

“Terdiri dari 70 persen nilai IKP Provinsi dan 30 persen nilai NAC. Meski nilainya turun, secara kategorial tidak ada perubahan yang signifikan terhadap indeks kemerdekaan pers,” ucapnya.

Untuk diketahui, bahwa survei IKP 2023 mengamati kondisi kemerdekaan pers pada kurun waktu setahun sebelumnya yaitu tahun 2022. Demikian pula survei IKP 2022 menjadikan kurun waktu sepanjang 2021 sebagai objek pengamatan.

Kasus Kekerasan Jurnalis Meningkat

Sementara, 61 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis Indonesia sepanjang 2022, meningkat dari kasus 2021.

“Pada tahun 2021 kasus kekerasan terhadap jurnalis mencapai 43 kasus. Angka tersebut meningkat di tahun 2022 yakni 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis,” kata Anggota Dewan Pers, Sapto Anggoro kepada wartawan di Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Lebih lanjut, Sapto mengatakan, selama 2022, terjadi 51 kasus kekerasan terhadap pers yang menyasar media, wartawan, narasumber dan aktivis pers. Selain itu, tindak kekerasan terjadi pada mahasiswa yang menjalankan kerja jurnalistik.

“Bentuk kekerasannya beragam, seperti kekerasan fisik maupun nonfisik. Bahkan kekerasan melalui sarana digital, seperti peretasan, duplikasi situs web, penyebaran disinformasi untuk mendegradasi kredibilitas target serangan, juga turut diterima jurnalis,” ujar Sapto.

Menurut Sapto, kekerasan terhadap jurnalis banyak dialami di daerah. Seperti di Aceh dan Jawa, yang melibatkan unsur aparatur negara.

“Kasus kekerasan terhadap wartawan tersebut melibatkan aktor pelaku dari unsur negara, aparat pemerintah. Ada juga aktor selain negara yang terdiri dari ormas, partai politik, perusahaan, dan warga,” ujarnya. [rri/cbh]

BEKASI TOP