posbekasi.com

Wakapolri Sandang Gelar Guru Besar Kehormatan, ICK: Pemolisian Humanis Ujung Tombak Sendi Kamtibmas

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo bersama jajaran pejabat utama Mabes Polri menghadiri pengukuhan Komjen Pol. Prof. Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si, menjadi Profesor (Guru Besar) dalam Bidang Ilmu Hukum “Pemolisian Humanis” pada sidang senat terbuka pelantikan Guru Besar Kehormatan di Auditorium Kampus UNRI, Kota Pekanbaru, Riau, Rabu 20 Juli 2022. [Posbekasi.com /Istimewa]

POSBEKASI.com | JAKARTA – Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK) apresiasi tinggi pengukuhan Komjen Pol. Prof. Dr. Gatot Eddy Pramono, M.Si, menjadi Profesor (Guru Besar) dalam Bidang Ilmu Hukum “Pemolisian Humanis” Universitas Riau (UNRI). Ini merupakan prestasi ilmu tertinggi, bahkan menjadi kebanggaan institusi Polri yang ditunjukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dengan hadir langsung saat Komjen Gatot menjalani rangkaian sidang senat terbuka pelantikan Guru Besar Kehormatan di Auditorium Kampus UNRI, Kota Pekanbaru, Riau, Rabu 20 Juli 2022.

“Gelar Profesor yang disandang Komjen Gatot di bidang hukum sangat tepat karena beliau selama ini sebagai konseptor dan ahli di satuan bidang Reserse. Hal ini patut diapresiasi tinggi dimana penyampaian orasi ilmiah Komjen Gatot Eddy berjudul “Pemolisian Humanis, Transformasi Penegakan Hukum yang Berkeadilan” adalah memberikan penkayaan ilmu pengetahuan bidang Ilmu Hukum tentang strategi Polri dalam mewujudkan Transformasi  penegakan Hukum yang berkeadilan selaras dengan Polri Presisi yang dibangun Kapolri Jenderal Listyo,” kata Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK) Gardi Gazarin, SH, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis 21 Juli 2022.

Lebih lanjut Ketua ICK ini menyatakan konsep-konsep, pemikiran, cara pandang, kerangka teoritik dan lainya, bahwa “Pemolisian Humanis” menjadi tambahan referensi Bidang Keilmuan Hukum untuk terus dikembangkan khususnya pada keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang merupakan ujung tombak semua line dan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Polri harus prioritaskan Kamtibmas dengan kedepankan kinerja profesional.

“ICK mengharapkan lengkapnya karir yang disandang Komjen Gatot sebagai penegak Kamtibmas, dan ilmu yang didapat hingga gelar Profesor menjadi contoh semangat dan kreatif seluruh jajaran personel Polri baik di bidang kinerja termasuk menimba ilmu,” harap Gardi Gazarin.

Menurut Ketua Forum Wartawan Polri (FWP) periode 2014 – 2016, Komjen Gatot menambah jumlah jajaran Polri yang belakangan ini terus bertambah jumlah personel bergelar Profesor perlu terus didorong tidak saja track record di satuan Polri tapi juga karya bidang ilmu lainnya.

“Ilmu dan jabatan yang telah diperoleh Komjen Gatot, sebagai guru besar menambah kebanggaan Polri. Terlebih era Kapolri Jenderal Listyo dilalui dengan berbagai prestasi termasuk tantangan krusial lainnnya. Ilmu dan jabatan yang diemban Komjen Gatot sebagai guru besar menambah kebanggaan Polri dan diharapkan menjadi motivasi personel Polri ke depan lebih maju dan profesional menjadi Polisi yang diidamkan,  dicintai dan dipercaya masyarakat,” pungkas Gardi Gazarin.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, menyampaikan akan menjaga amanah yang diberikan padanya sebagai Guru Besar Kehormatan.

“Ini adalah tanggung jawab yang tentunya terus mendorong saya untuk melanjutkan pengabdian bagi dunia pendidikan, dunia kepolisian dan masyarakat,” ucap Konjen Gatot pada pengukuhan gelar Profesornya dihadiri orang nomor satu di Polri. Para pejabat tinggi utama di lingkungan Mabes Polri, petinggi instansi pusat, dan  Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Riau, Kapolda Irjen Pol Mohammad Iqbal, Gubernur Syamsuar, Ketua DPRD Yulisman, serta jajaran akademisi, Rektor UNRI Prof Dr Ir Aras Mulyadi DEA, Guru Besar dan Rektor Universitas Andalas, Rektor Universitas Jember, sejumlah guru Komjen Gatot saat bersekolah di SD, SMP, dan SMA di Pekanbaru.

Putra Melayu Riau dalam orasi ilmiahnya mengungkapkan Pemolisian Humanis dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan adalah dua sisi koin mata uang yang saling melengkapi satu dengan lainnya.

“Keduanya adalah keseimbangan dari suatu wajah pemolisian yang benar-benar bernilai untuk tegaknya supremasi hukum serta keadilan masyarakat. Keadilan yang abadi harus terus diperjuangkan, setidak-tidaknya kita bersama tidak pernah berhenti menjaga nilai-nilai yang paling mendekati dengan keadilan itu, sehingga keadilan itulah juga yang akan menjaga peradaban kita,” beber Akpol angkatan 1988 itu.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini menjabarkan kajian tentang kepolisian dan pemolisian, pastinya masih menarik minat banyak kalangan, mulai dari akademisi, praktisi, kalangan hukum, hingga masyarakat umum yang menaruh minat besar pada isu-isu seputar penegakan hukum dan isu-isu sosial secara umum. Hal ini dilatari semata-mata oleh fakta bahwa konsep dan praktik pemolisian selalu mengalami perkembangan yang disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang terus berubah.

“Dinamika perubahan tersebut disebabkan oleh banyak hal, mulai dari pergeseran nilai-nilai sosial, kemajuan teknologi, hingga globalisasi dan demokratisasi,” kata Komjen Gatot.

Lanjut mantan Kapolda Metro Jaya ini, sejak hadirnya sejumlah pergeseran nilai itu, telah ikut merubah seluruh pondasi peradaban kehidupan manusia termasuk di dalamnya adalah perubahan fundamental pada konsep dan praktik-praktik pemolisian dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban sosial.

“Saya ingin menekankan bahwa transformasi kepolisian yang turut mengalami perkembangan itu akan selalu tegak lurus dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sebagai alat negara yang di bidang penyelenggara keamanan dan ketertiban masyarakat, kepolisian memiliki kewenangan untuk menggunakan kekuatan dalam penyelenggaraan kamtibmas,” urai Komjen Gatot.

“Namun merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas telah memunculkan paradigma baru dalam melihat dan memaknai ulang, tujuan, tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab Polri,” jelasnya.

Lebih jauh disebutkannya, paradigma tersebut telah menuntut tugas Polri agar semakin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayani dan mengarah kepada paradigma democratic polising.

Dikatakannya, intitusi Kepolisian harus bisa menerima penyebaran nilai-nilai demokratisasi yang berdampak langsung pada praktik- praktik pemolisian.

Dampak tersebut dapat dilihat pada menguatnya peran legislatif, peran media, tuntutan kebebasan individu dan supremasi hukum serta menguatnya non-skate ekstase yang secara optimal yang turut memperbaiki kinerja Polri.

Jenderal bintang tiga itu menyatakan Polisi di era demokrasi, dituntut untuk dapat memenuhi harapan dan keinginan masyarakat. Tetapi masyarakat sendiri terkadang tidak peduli seberapa adilnya atau seberapa efektifnya polisi bekerja untuk menegakkan demokrasi itu sendiri.

“Dengan semakin berkembangnya tuntuntan masyarakat seturut dengan semakin dinamisnya perubahan sosial, kepolisian harus mampu beranjak untuk tidak hanya sebagai institusi, tetapi turun langsung untuk melindungi dan mengayomi,” kata Komjen Gatot.[REL/COK]

BEKASI TOP