posbekasi.com

ICK: Pernyataan Waka Polri Hilangkan Arogansi dan Hedonis Anggota Polri Patut Diteladani

Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. [Posbekasi.com /Istimewa]

POSBEKASI.com | JAKARTA – Pernyataan Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono, meminta anggota Polri jangan arogan dan mampu hilangkan budaya hedonis patut diapresiasi dan wajib diikuti seluruh jajaran kepolisian.

“Pernyataan Waka Polri patut diteladani aparat penegak hukum berseragam coklat sekaligus dalam rangka menuju kinerja Presisi,” ungkap Ketua Presidium Indonesia Cinta Kamtibmas (ICK), Gardi Gazarin, SH, dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat 11 Februari 2022.

Menurut Gardi Gazarin, pernyataan Waka Polri ini wajib diikuti seluruh aparat kepolisian hingga ke pelosok negeri. Hal ini lanjut Katua ICK demi perbaikan kinerja dan citra Polri.

“Polri dari tahun ke tahun harus lebih baik berkarya. Jangan terlena menghadapi ancaman Kamtibmas yang tidak mengenal waktu, tempat dan sasaran korbannya,” jelas Gardi Gazarin.

ICK berharap langkah perbaikan bertahap tugas Polri harus dilakukan, mengingat keluhan pelayanan masyarakat menuntut terbaik target  Presisi.

“Masyarakat masih menunut target Presisi yang digaungkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, dengan pernyataan Waka Polri cukup selaras dengan perbaikan kinerja dan citra Polri agar Kamtibmas saat ini dan masa mendatang lebih baik lagi” ungkap Gardi Gazarin.

Sebelumnya, Waka Polri Konjen Pol  Gatot Eddy Pramono mengatakan pihaknya tengah berupaya menghilangkan budaya kekerasan serta arogansi di kalangan personel. Ada sejumlah langkah yang dilakukan termasuk lewat pendidikan.

“Pada aspek kultural, Polri telah melakukan berbagai langkah-langkah yang strategis dalam mengeliminir kultur-kultur yang menyimpang. Seperti budaya kekerasan, arogan, hedonis, transaksional, eksesif abusive of power, penyimpangan diskresi kepolisian,” kata Eddy dalam sebuah diskusi daring, Kamis 10 Februari 2022.

Pola pengasuhan terhadap anggota Polri dilakukan secara humanis dari mulai lembaga pendidikan. Kurikulum Presisi pun telah dibuat. Berisi modul-modul hak asasi manusia, serta etika dan integritas sebagai mata pelajaran wajib di setiap lembaga pendidikan.

“Setelah selesai kebijakan, perubahan kultural dilakukan dengan mengoptimalkan pengawasan struktural melalui pengawasan Itwasum Polri, Wasidik Polri mulai dari tingkatan Mabes Polri, Polda sampai dengan Polres,” kata mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Gatot mengakui masih ada pelanggaran prosedur yang dilakukan personel ketika menjalankan tugas. Dengan jumlah anggota Polri sebanyak 450.635, pengawasan bisa luput sewaktu-waktu lantaran Polri memiliki anggota yang sangat banyak.

“Disadari pula adanya kerentanan dalam penyalahgunaan wewenang yang luput dari pengawasan,” kata Eddy

Gatot mengatakan ada sistem pengawasan melekat yang dilakukan oleh para atasan anggota kepolisian langsung kepada anak buahnya.

Sistem itu dibuat agar atasan lebih bertanggungjawab atas tindak tanduk personelnya. “Jika melanggar, maka atasan dituntut pertanggung jawabannya juga,” ucap Gatot.

Masalah penggunaan kewenangan polisi tengah disorot dalam beberapa hari terakhir. Termasuk saat terjadi pengepungan ke Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa 8 Februari 2022, yang berakibat pada rusaknya citra kepolisian yang terkesan mengedepankan tindakan refresif mendapatkan kritikan berbagai pihak.

“ICK menilai refresif yang dilakukan Kepolisian Jawa Tengah out side, karena melakukan tindakan yang seharusnya tidak lagi dilakukan Polri di masa Pesis Polri saat ini,” kata Gardi Gazarin.[REL]

BEKASI TOP