posbekasi.com

Jalan Santai Ceria Boedoet 89 Mengenang Rute Perjuangan dan Adu Nyali ala Jaman SMA

Foto bersama peserta Jalan Santai Ceria Boedoet 89 sebelum start.[IST]
POSBEKASI.COM | JAKARTA – Perlu waktu 30 tahun rupanya tuk menyatukan mereka kembali, dari kepingan mozaik-mozaik nan warna warni dalam bingkai persaudaran yang tertoreh sejak masa SMA mereka. Akhirnya berujung pada persaudaraan abadi Alumni Boedoet 89.

Lapangan Banteng, kini merupakan kawasan wisata yang telah tertata rapi dengan segala keindahan, baik fasilitas maupun ornamennya. Namun bagi anak Boedoet, khususnya Boedoet 89, Lapangan Banteng punya cerita dan sejarahnya tersendiri. Bukan sekedar terminal tempat mereka naik dan turun dari bis kota, juga jadi ajang pembuktian diri sekaligus adu nyali mereka terutama ketika bertemu dengan gadis-gadis SMA Santa Ursula.

Lokasi itu akhirnya dipilih jadi destinasi acara Jalan Santai Ceria Boedoet 89 pada Minggu (8/9/2019) kemaren. Sebuah kegiatan perdana pengurus Alumni Boedoet 89, usai terbentuk setelah 30 tahun mereka terwakili lewat kepengurusan yang bersifat kolektif-kolegial.

Bukan perkara mudah bagi Cynthia Fairryana, Ketua Pelaksana acara tersebut membuat woro-woro serta ajakan yang bersifat masif agar teman seangkatannya hadir dan ikutan acara ini.

“Awalnya sempat deg-degan juga, apakah acara ini akan sukses. Namun Puji Tuhan, ada 150 peserta alumni B 89 belum terhitung keluarga mereka yang ikut dan juga perwakilan alumni lintas angkatan senior dari B 61 hingga B 70 pun ikut nimbrung di acara ini. Seluruh perwakilan kelas hadir dengan peserta terbanyak 3 Bio 1 18 orang menyusul kemudian 3 Fis 4 ada 12 orang. Mereka puas semua dan ingin acara ini diadakan lebih sering lagi,” ungkap Cynthia.

Peserta saat melintas di Jl. Budi Utomo.[IST]
Tepat jam 07.00 pagi, bendera start dikibarkan dan mereka pun mulai menyusuri jalan yang menjadi rute nostalgia mereka semasa SMA, Jl. Budi Utomo kemudian berbelok ke kiri menuju sisi timur Lapangan Banteng lantas berbelok menuju Plaza Tugu Pembebasan Irian Barat yang ada tepat di tengah-tengah lokasi Lapangan Banteng.

Pada 8 September merupakan tanggal yang penuh makna bagi Boedoet 89, karena tanggal tersebut memiliki filosofi tanggal 8 bulan 9 yang merupakan bagian dari puzle puzle 89 sebagai salah satu angkatan di SMA Negeri 1 Jakarta.

Dipilihnya lokasi dan rute perjalanan yang kurang lebih berjarak dua kilometer lebih itu bukan tanpa alasan. Lapangan Banteng, adalah lokasi yang penuh romantisme dan sarat muatan nostalgia saat mereka masih bersekolah di Boedoet. Bagi segenap Boedoet 89, bukan hanya sebagai tempat bertanding Basket dan Bola, namun juga sebagai lokasi untuk adu nyali terutama saat ada yang naksir dan mendekati anak-anak Santa Ursula.

Sehingga tidak lah salah, para peserta Jalan Santai Ceria Boedoet 89 tidak melewatkan kesempatan untuk berfoto dan berselfie ria di tempat yang dulu pernah mereka jelajahi sewaktu SMA namun kini dengan gubah rupa yang sudah sangat ciamik terutama saat mereka merasakan atmosfer Amphitheaternya. Juga tak lupa di bawah Patung Pembebasan Irian Barat dan beberapa spot menarik lainnya.

Perjalanan pun dilanjutkan kembali ke sekolah namun dengan rute yang berbeda menuju jalan Wahidin II, lokasi yang juga menjadi tempat nostalgia bagi anak-anak Boedoet 89 terutama saat mereka melewatkan makan siang mereka dimana pernah ada Warung Emak Boedoet yang sangat legendaris itu. Di jalan ini pun mereka tak lupa berfoto bersama sebelum kembali menuju sekolah, SMAN 1 Jakarta.

Foto bersama peserta di Amphiteater Lapangan Banteng.[IST]
Semua terlihat menjadi satu padu, sesuai harapan para Boedoeter 89. Hari itu sudah terlihat jelas puzle- puzle kaca yang warna-warni telah menjadi mozaik nan indah lewat Kebersamaan Boedoet 89 kini. Seperti saat mereka bersama-sama menuntut ilmu dan melewati hari-harinya bersama dengan seragam SMA Negeri 1 Jakarta, yang dikenal dengan SMA Boedoet.

Ekspresi puas pun tak kuasa disembunyikan dari wajah Dodie Arvianto, eks 3 Fis 5 Boedoet 89. Laki-laki asal Makasar ini adalah cucu dari Syaichan, salah satu perintis Pembentukan Tentara Nasional Indonesia di Sulawesi dan atas jasanya, Syaichan  memeroleh kesempatan mengelolaan ekspedisi muatan kereta api lewat PT. Herona Express saat di jaman Orde baru saat itu, dimana Dodie merupakan generasi ke-2 sebagai pemimpinnya.

Masih dengan peluh yang menetes di badan, Kemplo (panggilan akrab) Dodie menuturkan bahwa masa SMA-nya adalah masa yang penuh perjuangan namun dilalui dengan aman.

“Saya masih ingat sebuah peristiwa saat itu, sekolah ini diserang oleh prajurit AL  karena ekses peristiwa beberapa hari sebelumnya dengan mereka. Di sini (dia menunjuk  lapangan tempatnya berdiri) kami layani kedatangan mereka dan tentunya diback-up oleh para guru. Bukan hanya itu, rasanya cuma di jaman kami, ketika ujian kami dikawal lengkap oleh Brimob, bahkan mereka sampai-sampai naik ke atas genteng. Agar kericuhan tidak timbul, maklum kita kan baru aja perang hebat dengan sekolah tetangga,” tutur Dodie.

Masa-masa di Boedoet sangatlah mewarnai perjalanan hidup dan karirnya saat ini. “Kalau berani, itu sudah bawaan sejak lahir. Namun ada hal yang saya rasakan dan itu lahir ketika di Boedoet, observasi, naluri  serta instink makin terasah. Maklum saat itu, buat sekedar pulang sekolah saja kita harus punya instink, karena anak captoen (musuh bebuyutan Boedoet) selalu ada di mana-mana. Sebisa mungkin kita hindari agar kita nggak amprokan dengan mereka, bisa runyam dan menguras energi nantinya,” kenang Dodie.

Instink dan naluri itu pulalah yang membuat dia mampu menjadi nakhoda perusahaan dalam mengemudikan dan mengembangkan perusahaan keluarga  untuk bisa membaca situasi dan kondisi atas kebijakan Manajemen PT. KA yang jadi mitra bisnis mereka.

“Yah namanya juga BUMN, tiap ganti pimpinan tentunya berganti pula cara dan seni pengelolaannya nah naluri itu diperlukan agar kita bisa berjalan smooth dengan mereka. Tentunya atas dasar profesional juga,” ucapnya.

Acara Jalan Santai Ceria Boedoet 89 tidak hanya diisi kegiatan itu saja, namun juga merupakan momen pengesahan kepengurusan Alumni Boedoet 89 yang langsung dilakukan oleh Mughi Nurhani (selaku Ketua Harian Ikaboedoet) atas kepengurusan yang telah terbentuk pada tanggal 25 Juli 2019 dengan dikomandani oleh Wahyu Taqwa Die.

Kebersamaan peserta di ruang teater terbuka Lapangan Banteng.[IST]
Adapun susunan kepengurusan Alumni Boedoet 89 yang disahkan Ikaboedoet sebagai berikut:

Ketua Umum : Wahyu Taqwa Dhie

Ketua I : Ahmad Robby

Ketua II : Angelica BJ. Tengker

Sekretariat Jenderal : Ade Mulyanti, Didiek Rahmadi dan Ahmad Syarif

Bendahara : Kartika Wulansari, Nuryani Yunus dan Luki Alamsyah

Kordinator Bidang Keanggotaan : Noviana Rahatmi dan Elfatah Karim

Kordinator Bidang Kegiatan dan Dokumentasi : R Beni Sugiharto dan KA Vivi Reyanti

Kordinator Bidang Sosial dan Kemasyarakatan : Erwin Soekmawan dan Grace Tanus

Kordinator Bidang Komunikasi dan Informasi : Hariawan D dan Ade Vidiyanti S

Kordinator Bidang Kerohanian : Cynthia Fairryana dan Puti Yuniati

Dalam sambutannya Mughi Nurhani pun meneruskan pesan sang Ketua Umum Ikaboedoet, Chairul Tanjung, bahwa kegiatan Ikaboedoet sesungguhnya adalah kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh masing-masing angkatan dan beberapa diantaranya lintas angkatan.

“Kalau saja tiap angkatan mengambil slot 1 kegiatan di tiap minggunya maka dengan adanya 58 angkatan yang aktif maka setahun pun agenda kegiatan Ikaboedoet pun sudah penuh dengan sendirinya,” kata Mughi.

Wahyu Taqwa Die pun menambahkan bahwa Kepengurusan Alumni Boedoet 89 sejatinya dibentuk sebagai wadah kebersamaan dalam melaksanakan rencana kerja Boedoet 89, sehingga kegiatan akan lebih terarah dengan dikomandoi oleh masing-masing kordinator bidangnya.

Para pengurus Alumni Boedoet 89.[IST]
“Namun, berbekal solidnya Boedoet 89 selama ini dengan selalu mengkedepankan azas kebersamaan, kolektif dan kolegial, maka siapapun yang nanti menjabat tidak menjadi masalah, karena akar-akar kebersamaan kami sudah terbentuk sejak kami masih bersekolah dan persaudaraan itu tetap terjaga hingga kini,” tambah Wahyu.

Acara itu pun mendapat dukungan dari berbagai sponsor seperti Bank Bukopin, Herona Express, ESQ 165, Ultra, Sari Roti, Tetra, Sutra Biru Lines, D Trip-Travel, Tetra, Tel-Acces, dan Mitra Ikan Merah Putih, serta tentunya adalah dukungan SMA Negeri 1 Jakarta yang telah memberikan fasilitas tempat acara berlangsung.

Salah satu bentuk dukungan sponsor itu selain beberapa hadiah doorprize yang dibagikan seperti voucher Transmart-Carefour, beragam bingkisan TV LED 32 Inch, Smartphone, Sepeda Gunung dan puncaknya Grand Prize berupa sepeda motor yang akhirnya diraih oleh Septi eks 3 Fis 7.

“Saat menerima hadiah itu, Seperti tak kuasa menyembunyikan kegembiraannya,”Sumpah, saya tidak menyangka akan dapat ini. Bahkan ketika diumumkan saya nggak percaya nomor itu yang ada di tangan saya,” ujarnya.

Kini, Boedoet 89 laksana mozaik kaca nan warna-warni yang telah kembali dipadukan dalam bingkai Alumni Boedoet 89 lengkap dengan pengurus yang memberikan nafas kehidupan kebersamaan mereka kedepannya.[RLS]

BEKASI TOP