posbekasi.com

Ekonom Ungkap Penyebab Nilai Tukar Rupiah Melemah

Sejumlah warga mengantre untuk menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (17/4/2024). Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menembus Rp16.250 ribu per dolar AS pada Rabu (17/4/2024). (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wpa.dok)

posBEKASIA.com | JAKARTA -Sejumlah ekonom mengungkap penyebab nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS hingga menyentuh Rp 16.200. Salah satunya disampaikan Associate Researcher Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Asmiati Malik.

Dia menyebut, penyebab pertama adalah keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang menunda penurunan suku bunga acuan. Suku bunga acuan adalah besaran bunga yang ditetapkan bank sentral setiap bulan.

Kepada berbagai negara, kebijakan The Fed untuk menahan suku bunga acuan secara tidak langsung bisa berpengaruh terhadap arus modal global, termasuk kehadiran investasi di Indonesia. Kebijakan ini, menurutnya, membuat dolar AS jadi lebih kuat daripada nilai rupiah.

Selain itu, konflik yang membara di Timur Tengah antara Iran-Israel juga bisa membuat The Fed tetap menahan suku bunga acuan. Hal ini karena potensi melonjaknya harga minyak global yang berpengaruh terhadap berbagai sektor perekonomian.

“Selama The Fed masih cenderung tidak mengurangi suku bunga, tentu saja suku bunga tinggi di sana. Rupiah pasti akan tertekan karena dolar akan terus kembali ke kampung halaman,” ucap Asmiati, Sabtu (20/4/2024).

Penyebab kedua, lanjut Asmiati, adalah Indonesia masih bergantung terhadap impor untuk sejumlah komoditas. Hal ini membuat perekonomian Indonesia sangat terpengaruh terhadap tensi geopolitik di negara lain.

“Komponen ekonomi makro kita baik dari investasi kemudian ekspor dan impor. Kita sangat bergantung terhadap perdagangan global, perekonomian global,” katanya.

Hal senada diutarakan Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF, Eisha Maghifuruha Rachbini. Menurutnya, Indonesia masih tergantung terhadap impor, sehingga stabilitas makro ekonomi perekonomian masih sangat tergantung terhadap faktor eksternal.

Oleh sebab itu, ia menjelaskan bahwa guna menjaga nilai tukar rupiah, Bank Indonesia mempunyai tugas untuk menjaga inflasi di dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Kedua tugas tersebut berguna untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

“Kalau nanti dirasa kenaikan depresiasi rupiah memberi dampak besar terhadap nilai rupiah dan stabilitas makro ekonomi. Makroekonomi contohnya seperti daya beli masyarakat dan dari sisi sektor riil, saya rasa perlu ada stabilisasi terhadap nilai tukar,” ujarnya.[rri/ant]

BEKASI TOP