posbekasi.com

Tak Kenal “Promoter” Maka Tak Sayang

Ilustrasi

Oleh: Chrysnanda Dwilaksana

POSBEKASI.COM – Ada suatu ceritera pada saat di kereta api di suatu negara di Eropa, salah satu penumpangnya seorang anak muda membawa biola. Pada saat kereta berhenti pemuda itu segera keluar dari stasiun ia memainkan biolanya. Banyak yang kagum bahkan terharu akan permainan biolanya.

Beberapa dari mereka mengeluarkan dompet dan memberi saweran. Saat dikumpulkan dapatlah uang sekitar 70-an Euro. Pada malam harinya si pemuda tadi memainkan biola dalam suatu pertunjunkan musik di suatu hall yang tiketnya paling murah senilai sekitar 300 Euro dan semua tiket sold out. Siapa sebenarnya si pemuda pembawa biola? Dia adalah Nicoolo Paganini. Sang pemain biola terbaik dunia.

Pertanyaanya, mengapa orang-orang di stasiun mengapresiasinya 70 Euro saja sedang di konser musik begitu tinggi apresiasinya? Jawaban sederhana karena orang-orang stasiun tidak mengenal siapa Nicoolo Paganini.

Demikian halnya dengan Polri dan Pemolisiannya. Kita bisa melihat betapa Koban dan Chuzaicho dapat menjadi ikon bagi kepolisian Jepang dalam menerapkan community policing.

Tak hanya di Jepang, bahkan mendunia. Apa yang telah sedang dan akan kita lakukan sebenarnya sudah menjadi potensi yang luar biasa.

Hanya saja kita ini menjadi polisi belum bisa menjadikan ikon sebagai Polisi yang berhati nurani. Belum mampu menunjukkan sebagai Polisi yang Promoter.

Sering kali, pola Pemolisian masih bersifat top down, atau reaktif. Pemberdayaan potensi-potensi masyarakat belum semua tertangani. Polisi dalam Pemolisian memerlukan soft power untuk membantu mengemas memaknai dan memarketingkan.

Dengan demikian apa yang menjadi program dan tujuan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial atau kamtibmas bisa dipahami diterima dan merubah mind set serta terbangun budaya tertib.

Kata-kata, kalimat dan apapun yang dibuat dalam Pemolisian tidaklah kembar sama walaupun secara prinsip sama. Satu prinsip seribu gaya maknanya apa yang dilakukan dalam Pemolisian bisa disuarakan oleh para tokoh mitra dan orang-orang yang menjadi ikon peradaban.

Pola-pola Pemolisian dikemas dalam berbagai bentuk seni budaya yang Indonesia, yang dahsyat dan beragam. Tatkala pemolisian ini didukung soft power yang menjadi ikon maka tidak ada lagi kata tidak dikenal, melainkan menjadi terkenal dan menjadi ikon, maka kelasnya apresiasi dan efeknya akan sangat luar biasa.[POS]

BEKASI TOP