posbekasi.com

Tempat-tempat Penampungan PBB di Gaza Kehabisan air

Warga Palestina berebut mengambil air di tengah kekurangan pasokan air minum karena konflik Israel-Paletsina berlanjut di Khan Younis di bagian selatan Jalur Gaza, Minggu, 15 Oktober 2023. (Foto: Mohammed Salem/Reuters)

posBEKASI.com | JAKARTA – Tempat-tempat penampungan yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Gaza kehabisan air ketika ribuan orang memadati halaman rumah sakit terbesar di wilayah yang terkepung itu sebagai tempat perlindungan terakhir dari serangan darat Israel.

Para dokter kewalahan merawat para pasien yang mereka khawatirkan akan mati begitu generator kehabisan bahan bakar.

Warga sipil Palestina di seluruh Gaza, yang sudah terpukul oleh konflik selama bertahun-tahun, Minggu (15/10), berjuang untuk bertahan hidup dalam menghadapi operasi Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap wilayah itu. Operasi tersebut menyusul serangan militan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.300 warga Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.

Israel telah memutus aliran makanan, obat-obatan, air dan listrik ke Gaza, menggempur lingkungan disekitarnya dengan serangan udara dan memerintahkan sekitar 1 juta penduduk di wilayah utara untuk mengungsi ke selatan menjelang serangan yang direncanakan Israel. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 2.300 warga Palestina telah tewas sejak pertempuran meletus akhir pekan lalu.

Kelompok-kelompok bantuan menyerukan perlindungan bagi lebih dari 2 juta warga sipil di Gaza, dan mendesak dibuatnya koridor darurat untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.

“Perbedaannya dengan eskalasi ini adalah kami tidak mendapat bantuan medis dari luar, perbatasan ditutup, listrik padam, dan ini merupakan bahaya besar bagi pasien kami,” kata Dr. Mohammed Qandeel, yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di daerah Khan Younis selatan.

Para dokter di zona evakuasi mengatakan mereka tidak dapat memindahkan pasien dengan aman, sehingga memutuskan tetap tinggal untuk merawat mereka.

“Kami tidak akan mengevakuasi rumah sakit meskipun hal itu mengorbankan nyawa kami,” kata Dr. Hussam Abu Safiya, kepala pediatri di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia.

Jika mereka pergi, tujuh bayi baru lahir di unit perawatan intensif akan meninggal, katanya. Kalaupun mereka bisa memindahkannya, tidak ada tempat bagi mereka untuk pergi di wilayah pantai sepanjang 40 kilometer (25 mil) itu.

“Rumah sakit penuh,” kata Abu Safiya. Arus warga yang terluka berdatangan setiap hari dengan anggota badan yang terputus dan luka yang mengancam jiwa, katanya.

Dokter-dokter lain mengkhawatirkan nyawa pasien yang bergantung pada ventilator dan mereka yang menderita luka ledakan kompleks yang memerlukan perawatan sepanjang waktu. Para dokter khawatir seluruh fasilitas rumah sakit akan ditutup dan banyak orang akan meninggal karena persediaan bahan bakar untuk generator mereka hampir habis.

Pemantau kemanusiaan PBB memperkirakan hal ini bisa terjadi pada Senin (16/10).

Di Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza, jantung zona evakuasi, para pejabat medis memperkirakan setidaknya 35.000 laki-laki, perempuan dan anak-anak berdesakan di lapangan terbuka, di lobi dan di lorong-lorong, dengan harapan lokasi tersebut akan memberi mereka perlindungan dari pertempuran.

“Situasi mereka sangat sulit,” kata direktur rumah sakit Mohammed Abu Selmia.

Ratusan orang yang terluka terus datang ke rumah sakit setiap hari, katanya.

Sekitar setengah juta warga Gaza mengungsi di tempat-tempat penampungan PBB di seluruh wilayah dan kehabisan air, kata Juliette Touma, juru bicara badan pengungsi Palestina di PBB, yang dikenal dengan singkatan UNRWA.

“Gaza mulai kering,” katanya, seraya menambahkan bahwa tim-tim PBB juga sudah mulai menjatah air.

Touma mengatakan seperempat juta orang di Gaza pindah ke tempat penampungan selama 24 jam terakhir, yang sebagian besar adalah sekolah-sekolah PBB di mana “air bersih sebenarnya sudah habis,” kata Inas Hamdan, juru bicara UNRWA lainnya.

Di seluruh Gaza, keluarga-keluarga mendapat jatah persediaan air yang semakin menipis, dan banyak dari mereka terpaksa minum air kotor atau air payau.

“Saya sangat senang bisa menyikat gigi hari ini, dapatkah Anda bayangkan sejauh mana kita telah mencapainya?” kata Shaima al-Farra, di Khan Younis. [voa]

BEKASI TOP