
JAKARTA | POSBEKASIA.com — Raut lega dan haru terpancar dari wajah dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Drs. Abdul Muis dan Drs. Rasnal, M.Pd, setelah menerima langsung surat rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Bagi keduanya, keputusan tersebut bukan sekadar pemulihan nama baik, tetapi juga penegasan bahwa perjuangan panjang mereka akhirnya menemukan keadilan.
Usai menerima surat rehabilitasi oleh Presiden Prabowo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2024. Keduanya menyampaikan ungkapan terima kasih dan rasa syukur atas perhatian Kepala Negara terhadap nasib guru di daerah.
“Saya pribadi dan keluarga besar saya sampaikan setulus-tulusnya terima kasih kepada Bapak Presiden yang telah memberikan rasa keadilan kepada kami, yang di mana selama lima tahun ini kami merasakan diskriminasi, baik dari aparat penegak hukum maupun dari birokrasi atasan kami yang seakan-akan tidak pernah peduli dengan kasus kami yang kami hadapi,” ujar Abdul Muis, Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Luwu Utara, dengan mata berkaca-kaca.
Sementara itu, Rasnal, mantan Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara yang kini mengajar Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Luwu Utara, mengaku perjalanan yang ia dan rekannya tempuh untuk mencari keadilan bukanlah hal mudah. Ia menggambarkan perjuangan mereka sebagai perjalanan yang sangat melelahkan.
“Ini adalah sebuah perjalanan yang sangat melelahkan. Kami telah berjuang dari bawah, dari dasar sampai ke provinsi. Sayangnya kami tidak bisa mendapatkan keadilan,” ujar Rasnal.
Rasnal juga mengungkapkan rasa syukur yang mendalam usai bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto dan menerima keputusan rehabilitasi. Ia menyebut langkah tersebut sebagai anugerah besar yang memulihkan nama baiknya serta menjadi bukti nyata kepedulian Presiden Prabowo terhadap keadilan bagi para guru.
“Setelah kami bertemu dengan Bapak Presiden, alhamdulillah Bapak Presiden telah memberikan kami rehabilitasi. Saya tidak bisa mengatakan sesuatu kepada Bapak Presiden, terima kasih Bapak Presiden,” ucapnya penuh syukur.
“Saya bersyukur kepada Allah Swt. dengan jalan ini kami telah memperoleh keadilan sekarang dan direhabilitasi kami punya nama baik,” lanjut Rasnal.
Rasnal pun menyampaikan harapannya agar peristiwa serupa tidak lagi terjadi pada para pendidik di Tanah Air. “Semoga ke depan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap guru-guru yang sedang berjuang di lapangan. Sekarang ini teman-teman guru selalu dihantui bahwa kalau sedikit berbuat salah, selalu ada hukuman-hukuman yang tidak pantas,” tuturnya.
Sementara, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa penandatanganan surat rehabilitasi dilakukan langsung oleh Presiden di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
“Barusan saja Bapak Presiden sudah menandatangani surat rehabilitasi kepada Pak Rasnal dan Pak Abdul Muis, guru SMA yang dari Luwu Utara,” ujar Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya kepada awak media.
Putusan Pemecatan
Sebelumnya, dua guru SMA di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), Abdul Muis dan Rasnal dipecat setelah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Mahkamah Agung (MA) terkait pungutan dana Rp20 ribu dari orang tua siswa untuk membantu 10 guru honorer yang tidak mendapat gaji.
Kabar itu mulanya terungkap dari keterangan resmi Persatuan Guru Indonesia (PGRI) Luwu Utara pada awal pekan ini. Dalam keterangan resmi pada Selasa (11/11/2025), Ketua PGRI Luwu Utara Ismaruddin mengatakan, “Keduanya dinyatakan PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat).”
Peristiwa itu pun mengundang perhatian DPRD Sulsel, dan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak terkait, termasuk dua guru yang dipecat tersebut, Rabu (12/11/2025).
Dalam rapat itu, Rasnal memberikan penjelasan ke anggota DPRD terkait pungutan uang Rp20 ribu dari orang tua siswa setelah 10 guru honorer tidak mendapatkan gaji selama sepuluh bulan yang berakibat dirinya dipecat.
Kasus ini bermula pada 2018 lalu, ketika Rasnal menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara. Ia berniat membantu 10 guru honorer yang belum mendapatkan gaji selama 10 bulan.
Kemudian, Rasnal bersama Abdul Muis berinisiatif mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orang tua siswa patungan tanpa paksaan. Usulan tersebut disetujui.
Rasnal berkata seluruh orang tua siswa bersama pihak sekolah dan Komite Sekolah sepakat dengan iuran sukarela sebesar Rp20 ribu per bulannya.
“Tampillah proposal [kepada orang tua murid] itu. Nilai per bulan yang mau dibiayai sekitar Rp16 jutaan,” kata Rasnal di depan anggota DPRD.
Rasnal menuturkan orang tua siswa kemudian mengusulkan agar total anggaran dibagi rata sesuai jumlah siswa untuk mengetahui estimasi iuran per anak.
“Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh hasil sekitar Rp17.300 per siswa per bulan. Usulan itu pun memicu tanggapan positif dari para orang tua. Ada yang bilang, ini sedikit, bisa dijangkau,” katanya.
Menurut dia, ada beberapa orang tua murid menyarankan agar jumlahnya dibulatkan menjadi Rp20.000 per bulan. Tujuannya, untuk memudahkan pembayaran.
“Bagaimana kalau kita bulatkan Rp20.000? Karena ndak ada uang kecil mau bayar Rp800 atau Rp500,” kata Rasnal menirukan perkataan dari orang tua siswa.
Rasnal menuturkan usulan tersebut juga disertai dengan prinsip subsidi silang, dimana orang tua yang mampu dapat membantu siswa yang kurang mampu.
“Sasaran utamanya adalah kemungkinan di antara orang tua ada yang tidak mampu, itu disubsidi. Dan bagi anak-anak yang bersaudara dua atau tiga, dihitung satu saja,” jelasnya.
Usulan itu, kata Rasnal disambut positif. Kata dia, seluruh peserta rapat sepakat iuran Rp20.000 per bulan per siswa secara mufakat.
“Saya sempat bilang, jangan sampai ada yang keberatan lagi, supaya palu bisa diketuk. Ditunggu-tunggu, tidak ada yang keberatan. Akhirnya palu diketuk, dan kita sepakat sekolah Rp20.000,” ujarnya.
Mantan anggota komite SMAN 1 Luwu Utara, Supri Balantja, membenarkan bahwa wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan yang awalnya Rp17.300 digenapkan menjadi Rp20.000.
Belakangan, kata Supri, dua guru tersebut dilaporkan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Polres Luwu Utara atas dugaan tindak pidana korupsi.
Penyidik Polres Luwu Utara kemudian menetapkan status tersangka terhadap Rasnal dan Abdul Muis berdasarkan hasil audit Inspektorat Pemerintah Kabupaten Luwu Utara. Padahal, SMA merupakan kewenangan dari inspektorat tingkat provinsi.
Selama proses hukum itu, berkas perkaranya beberapa kali dikembalikan jaksa karena dianggap tidak cukup bukti sebagai gratifikasi atau tindak pidana korupsi.
“Tapi polisi saat itu meminta kepada pengawas daerah di sini, yang tidak berwenang dan menyatakan ada indikasi kerugian negara. Loh, dimana kerugian negaranya, sementara ini uang orang tua murid,” ujar Supri.
Waktu berlalu, kata Supri, perkara itu kemudian masuk ke meja hijau. Selama persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Guru Rasnal dan Muis menjadi tahanan kota.
Saat itu, ujar Supri, Pengadilan Tipikor Makassar memvonis bebas guru Rasnal dan Abdul Muis.
Atas putusan bebas itu, jaksa Kejari Luwu Utara kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Melansir laman direktori putusan MA, perkara ini teregister 56/Pid.Sus-TPK/2022-PN Mks untuk guru Rasnal dan nomor 57 terhadap guru Abdul Muis.
“Hasilnya, hakim [MA] membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama,” ujarnya.
Dalam putusan kasasi, majelis hakim agung menghukum Rasnal dan Abdul Muis dengan hukuman 1 tahun penjara. Putusan itu tercatat dengan nomor 4999 K/ PID.SUS/ 2023 pada 23 Oktober 2023.
Menurut Supri, guru Rasnal dan Abdul Muis tidak sepatutnya divonis penjara selama 1 tahun. Sebab, persoalan itu menyangkut antara komite sekolah dan orang tua murid.
“Yang jelas ini sangat menyayat hati, karena perbuatan komite dengan orangtua, bukan pak Rasnal dan Abdul Muis. Ini tidak adil, kalau ini gratifikasi, seharusnya semua yang memberikan itu dipenjara semua. Pak Rasnal tinggal dua tahun pensiun, Pak Muis tinggal 8 bulan pensiun tapi diberhentikan,” jelasnya. [yan]

