posbekasi.com

Kartu Sehat Berbasis NIK: Kearifan Gagasan, Isu, dan Kebijakan Nasional

Walikota Bekasi Rahamt Effendi dan Kartu Bekasi Sehat berbasis NIK.[IST]

POSBEKASI.COM | BEKASI – Oleh: Dr. Rahmat Effendi

Kartu Sehat  pada hakikatnya merupakan sebuah kearifan gagasan untuk melaksanakan amanah urusan wajib layanan dasar di Kota Bekasi. Kartu Sehat bersumber dari konsep Bekasi Cerdas, Sehat dan Ihsan, yang digagas dan diimplementasikan oleh Kepala Daerah (Mochtar Mohamad dan Rahmat Effendi) sebagaimana telah ditetapkan pada Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bekasi 2008-2013.

Bekasi Sehat adalah pemerataan dan perluasan akses memperoleh layanan kesehatan bagi masyarakat miskin, melalui penerapan subsidi untuk layanan kesehatan bagi penduduk miskin, korban wabah, dan korban bencana.

Dalam hal ini, masyarakat perlu menyimak bahwa prinsip utama Bekasi Sehat adalah pemerataan dan perluasan akses, serta peningkatan layanan kesehatan di Kota Bekasi, sedangkan kartu hanya bersifat instrument.

Konsep Bekasi Sehat memang lebih awal dibandingkan pengaturan secara nasional, baik Undang-Undang (UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS maupun Peraturan Presiden (yang telah diubah terakhir kali dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Gagasan pemerataan dan perluasan akses memperoleh layanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Kota Bekasi, sejak tahun 2008 dilandasi oleh UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial saat itu, dan program pemerataan dan perluasan akses memperoleh layanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Kota Bekasi, yang sudah digagas sejak tahun 2008, ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah terpilih periode Tahun 2013-2018 (Rahmat Effendi dan Ahmad Syaikhu), baru diwujudkan kedalam bentuk “Kartu” yakni Kartu Bekasi Sehat (yang kemudian bernama Kartu Sehat Berbasis NIK) sejak tanggal 26 Juli 2017.

Gagasan yang semula bersumber dari aspirasi publik, lalu kemudian diimplementasikan kedalam bentuk Kebijakan, semisal Kartu Jakarta Sehat (KJS) pada tahun 2012, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada tahun 2014, demikian pula Kartu Bekasi Sehat (KBS) pada tahun 2017, tidak lepas dari opini dan cemooh yang menuding sebagai kebijakan pencitraan dan lain sebagainya.

Namun demikian, sejalan dengan pemanfaatan Kartu Sehat (KS) yang telah dirasakan warga Kota Bekasi selama ini, maka kebijakan KS telah dipandang oleh sejumlah Kepala Daerah maupun lembaga legislatif Kabupaten/Kota lain yang melakukan studi banding ke Kota Bekasi , sebagai kebijakan yang mampu menegakkan makna penjaminan kesehatan yang sebenarnya, berupa subsidi penuh atas pembayaran layanan kesehatan bagi warga Kota Bekasi.

Dengan komitmen dan kinerja aparatur Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, telah mampu mengimplementasikan kebijakan KS sepanjang tahun 2018 dan tahun 2019, dengan memperhatikan hal-hal yang perlu direspon terhadap isu sosial dan politik berkaitan dengan akuntabilitas anggaran, validitas pengguna KS, dan standarisasi pelayanan dan harga yang diterapkan oleh rumah sakit.

Upaya verifikasi dan disiplin anggaran, menjadi kunci penting dalam keberhasilan pelayanan KS dengan alokasi pembiayaan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi Tahun 2019.

Namun demikian, isu sosial dan politik masih terus berlanjut. Bahkan terhadap Surat Edaran Wali Kota Bekasi Nomor 440/7894/DINKES yang berisi penghentian Program Jamkesda KS-NIK dihentikan sementara terhitung mulai tanggal 1 Januari 2020.

Isu sosial dan politik yang dimunculkan adalah motif Kepala Daerah yang bersikap “cuci tangan” dan “melepaskan diri dari tagihan rumah sakit”, sehingga menghentikan Program Jamkesda KS-NIK.

Isu sebagaimana dimaksud, tidak benar dan berpotensi menimbulkan respon masyarakat yang justru berbalik mencermati pihak mana yang memang sejak awal mencemooh dan mempermasalahkan KS-NIK dengan motif tertentu.

Surat Edaran Wali Kota Bekasi Nomor 440/7894/DINKES yang berisi Program Jamkesda KS-NIK dihentikan sementara terhitung mulai tanggal 1 Januari 2020, pada hakikatnya merupakan ketaatan terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 102.

Sebagai Wali Kota Bekasi, saya mengucapkan terimakasih atas komitmen yang ditunjukkan Ketua DPRD dan Anggota DPRD Kota Bekasi yang telah bersama-sama menetapkan pengesahan APBD Kota Bekasi Tahun 2020, yang didalamnya berisi pembiayaan untuk KS-NIK (Jamkesda).

Sebagai Wali Kota Bekasi, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Ahmad Syaikhu (yang kini menjadi Anggota DPR RI), yang secara bersama-sama telah melahirkan kebijakan Kartu Bekasi Sehat, pada tahun 2017. Sebuah tulisan beliau yang berjudul “Dilema Kartu Sehat”, pada hakikatnya merupakan penjelasan atas komitmen dan arahan beliau tentang perlunya sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat.

Sebuah arahan yang positif, dan semestinya dapat menebarkan rasa kebersamaan untuk menguatkan kebijakan yang semula sudah dirintis, menjadi pesan penting, baik bagi kepemimpinan Lembaga Legislatif di daerah maupun bagi rekan sejawat di kelembagaan sosial politik.

Sebuah arahan yang positif dan semestinya juga dapat membentuk kearifan bersikap bagi warga Kota Bekasi dalam merespon selanjutnya perihal penghentian sementara, upaya penyesuaian, dan keberlanjutan Program Jamkesda KS-NIK.

Kebersamaan dan kearifan aparatur eksekutif dan legislatif di Kota Bekasi menjadi modal penting untuk mengimplementasikan kebijakan pemerataan dan perluasan akses memperoleh layanan kesehatan bagi warga Kota Bekasi, dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan sinkronisasi kebijakan.

Hal yang perlu ditegaskan lagi, bahwa program Jamkesda KS-NIK dihentikan sementara terhitung tanggal 1 Januari 2020, pada hakikatnya merupakan ketaatan terhadap Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun demikian, Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 007/PUU-III/2005 tetap memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah untuk dapat menyelenggarakan sub sistem jaminan sosial di daerahnya sepanjang bersifat melengkapi (complementary) dan tidak saling tumpang tindih dengan program Jaminan Sosial yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.

Oleh karena itu, tim advokasi hukum, tokoh masyarakat, dan para warga penerima manfaat KS-NIK, saat ini telah merumuskan konsep aspirasi manfaat dan konsep rujukan hukum untuk penyesuaian KS-NIK sebagai alternatif sistem jaminan sosial yang bersifat saling melengkapi (complementary) dan tidak saling tumpang tindih dengan program Jaminan Sosial yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.

Demikian tulisan ini dibuat, semata-mata untuk menimbulkan rasa kebersamaan dan kearifan, dengan pemahaman yang baik dan benar, dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi warga Kota Bekasi, dengan sebaik-baiknya secara normatif.*

[Wali Kota Bekasi]

Harian Radar Bekasi, 16 Desember 2019

BEKASI TOP