posbekasi.com

“Hoegeng” Orang Baik dan Orang Penting [Sambungan-6]

Memang baik menjadi orang penting. Tapi lebih penting menjadi orang baik -Hoegeng Iman Santoso-

Hoegeng Iman Santoso

POSBEKASI.COM – Oleh: Chryshnanda DL

Pekerjaan polisi memang ambigu, di satu sisi melindungi, mengayomi dan melayani. Di sisi lain mengatur, melarang, menangkap. Pekerjaan polisi sering diidentikkan dengan menangkap maling.

Orang yang kedatangan polisi berpakaian dinas biasanya akan berpikiran negatif :” saya salah apa?, polisi ini mau nangkap siapa?”. Terlebih lagi dari citra polisi yang negatif di mata masyarakat, apapun yang dilakukan oleh polisi sering dianggap tidak betul atau mereka sudah meragukannya.

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman, polisi kadang masih seperti yang dulu, kuno, kumel, petugas yang serem, sikap petugas yang arogan tidak ramah. Inilah bagian dari indikator dari citra buruk polisi di mata masyarakat. Ironis memang, tatkala masyarakat yang dilayani sudah maju, modern tetap polisinya masih konvensional, apalagi dengan gaya-gaya feodal. Cepat atau lambat akan tidak dianggap bahkan akan ditinggalkan.

Tatkala petugas polisinya juga tidak cerdas maka masyarakatpun enggan bertanya, apalagi curhat dengan polisinya. Masyarakat bisa saja memandang sebelah mata, atau meremehkan atau bahkan malah menyalah-nyalahkan.

KLIK : “Hoegeng” Orang Baik dan Orang Penting [Sambungan-5]

KLIK : “Hoegeng” Orang Baik dan Orang Penting

Polisi sering disudutkan dan dipojokkan, yang kadang tanpa mampu memberikan penjelasan atau argumentasi. Mencari pembela pun sepertinya sulit sekali. Salah satu program Kapolri adalah merevitalisasi. Pemahamannya dapat dikaitkan dengan pemberdayaan atau empowering. Memanfaatkan potensi-potensi yang ada, menjadikan tantangan menjadi kekuatan dan harapan.

Memberdayakan yang ada memang perlu kemampuan, kreatifitas dan keberanian bahkan kerelaan berkorban. Revitalisasi bukan hal yang mudah, bukan pula hal yang langsung bisa diterima oleh internal kepolisian maupun oleh masyarakatnya.

Seni akan menjadi bagian pendukung dari revitalisasi. Seni akan mampu mendukung kreativitas dalam memberdayakan potensi. Seni dalam pemolisian merupakan suatu bagian dari kemampuan polisi memberdayakan potensi-potensi yang serba terbatas  dengan cita rasa yang tinggi dalam membangun dan memelihara keteraturan sosial.

Penyelenggaraan tugas polisi memerlukan adanya dialog dengan masyarakatnya. Bukan saja polisinya tetapi juga pada infrastruktur, program-programnya hingga perilaku para petugasnya.

Dialog ini bukanlah semata mata dalam arti harafiah saja, melainkan juga dalam arti filosofis bahwa dari bangunan, peralatan, program-program bahkan hingga uniform polisi merupakan bagian dari pencitraan dan komunikasi dengan masyarakat. Gedung-gedung kepolisian yang bercita rasa seni tinggi akan menjadi tempat publik, bisa saja menjadi cagar budaya, tempat wisata, dan sebagainya.

Seragam polisi bisa jadi menjadi simbol dari pariwisata, menjadi ikon kota, menjadi ikon masyarakat. Kegiatan serah terima penjagaan atau cara polisi mengatur lalu lintas bisa menjadi suatu dialog yang efektif dalam membangun brand.[bersambung]

BEKASI TOP